20 June 2011

"THE LAST BASECAMP"

"Gersang bang!" rasanya kata dari salah satu calon purna siswa kami beberapa saat yang lalu ini seakan menjadi kenyataan yang tampak jelas ketika ku duduk di atas sebuah tebing batu sekitar 3 meter dari dasarnya itu. Menghadap dan memandang hamparan waduk kecil seukuran separo dari lapangan bola Dr. Murdjani Banjarbaru, yang dulunya hanya segaris sungai kecil di ketinggian sekitar 2300 m DPL itu. Sejenak mengingat, 2 tahun yang lalu biasanya kami mendirikan tenda-tenda kami cukup dipinggiran sungai itu, sambil menikmati sejuknya pepohonan yang masih tampak asri nan kini tinggal kenangan.



Tumbangan kekayuan rapuh, ranting-ranting patah dan serpihan-serpihan kerinduanku akan basecamp ke 2 kami ini seakan semakin menghantui langkahku meninggalkannya pulang ke rumah. Rasanya, baru setengah tahun dari perjalanan terkhir ke sana, sudah menghapuskan segalanya. Apa lagi yang bisa kulakukan dan kami lakukan, menyaksikan sendiri bagaimana keindahan salah satu arus alam ini di rubah menjadi bendungan kecil untuk pengairan masyarakat desa, sekitar 4 km darinya. Bagaimana bisa ditahan lagi pilu, menyaksikan puluhan sak semen di tumpuk, pipa-pipa paralon ukuran besar di tanamkan hingga bebatuan-bebatuan alam tempat kami biasanya merebahkan diri memandang hamparan alam itu dibongkar, dipecahkan dan dibangunkan sebuah bendungan. Apa lagi yang harus dan bisa kami lakukan.

Sabtu-Minggu, 04-05 Juni 2011 pendakian yang sempat lama tertunda itu memberikan pandangan yang memilukan bagiku.Betapa tidak meter demi meter yang kami temukan hanyalah puing, puing kenangan yang bahkan menjadi satu-satunya keindahan, musnah. Namun Syukurlah, basecamp utama Batu Hirang ku rasa masih aman untuk sementara waktu.


Sudah pilu ini menghantuiku, betapa terkejutnya diri ini melihat dari kejauhan, bukit-bukit pesanggrahan kami yang pertama juga terlihat gundul dan gersang, tidak ayal, setelah kami kunjungi, tanjakan-tanjakan yang dulu masih sangat lebat dengan rerumputan tebal, kini berubah menjadi ladang bagi masyarakat setempat.

Tak ingin ku tahan rasanya air mata melihat pemandangan yang sungguh indah bak batu permata nan pecah, luluh lantak, hancur berkeping-keping. Ah sudahlah! Mungkin inilah kehendak yang maha kuasa, apa lagi yang ku harap untuk menyelamatkannya dari tangan para petani desa yang mungkin memang memerlukannya untuk bertahan hidup, walaupun hati ini masih mengutuk, "semoga orang-orang yang menyia-nyiakannya menjadi tersia-siakan". Hingga aku menyadari, inilah jalan yang harus dipilih, walaupun harus menjadi luka yang cukup dalam bagi hatiku, meski mesti kehilangan saksi akan awal berdirinya persahabatanku, meski mesti menjadi sisa-sisa sejarah nan menjadi suram, meski monumen Tanjakan Ayu ini hanya akan menjadi kenangan di masa mendatang, meski ORPALA PAWANA pertama kali di konsepkan di sini, Lembah Tanjakan Ayu, Perbukitan Aranio, Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan, saksi akan hidupnya persahabatan sang pendiri dan pelopor, saksi akan kecintaan kami akan alam, saksi perjuangan kami, hanya demi Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga apa yang pernah kami lakukan di tempat ini, menjadi sesuatu yang baik bagi kami dan semuanya. (Terasa berat untuk mendokumentasikan TKP itu).

Riam Kanan, 04-06-11
M.Y.

Nb: (Tanjakan Ayu)
  1. Pendakian Perdana
  2. Mula Persahabatan Para Pendiri ORPALA PAWANA
  3. Konsepsi Perdana ORPALA PAWANA
  4. DIKLAT Perdana ORPALA PAWANA
  5. Basecamp Perdana ORPALA PAWANA
  6. Monumen Pertempuran Hati Angkara.
  7. Kenangan bersama para sahabat kami Pramuka, SBH, SMK 2, SMIH, DARUL HIRJAH, MUHAMMADYAH, SMAMA, SMEA dll.


No comments:

Post a Comment